1.
Perlawanan Terhadap Portugis
a. Perlawanan Demak
Setelah berhasil menguasai Malaka, Portugis
mendominasi perdagangan di wilayah
tersebut sehingga merugikan jaringan pedagang
Islam di Indonesia. Untuk melawan
dominasi tersebut maka Raden Patah mengirim
pasukan untuk menyerang Portugis di
bawah pimpinan putranya Adipati Unus pada tahun 1513.
Penyerangan ini mengalami
kegagalan karena faktor jarak yang terlalu jauh dan juga
kalah dalam persenjataan dan
strategi perang. Ketika Portugis menguasai
pelabuhan Sunda Kelapa, Demak melakukan penyerangan
kembali pada tahun 1527 di bawah pimpinan Fatahillah, Serangan ini
berhasil dengan gemilang, sehingga Portugis
harus menunggalkan Sunda Kelapa yang namanya
kemudian diganti menjadi Jayakarta.
b. Perlawanan Ternate
Perlawanan Ternate didorong oleh tindakan
bangsa Portugis yang sewenang-wenang
dan merugikan rakyat. Perlawanan Ternate
dipimpin oleh Sultan Hairun, Portugis sempat kewalahan sehingga kemudian
menggunakan siasat licik dengan mengajak Sultan Hairun berunding namun kemudian
dibunuh. Peristiwa ini membuat marah rakyat Ternate yang kemudian mengadakan
serangan terhadap Portugis di bawah pimpinan Sultan Baabullah putra
Sultan Hairun. Portugis mengalami kekalahan dan terpaksa melarikan diri
menyingkir ke Timor Leste.
c. Perlawanan Aceh
Untuk melawan dominasi Portugis di Malaka,
Kesultanan Aceh meminta bantuan dari Turki dan India. Dengan bantuan dari Turki maupun kerajaan-kerajaan lainnya,
Aceh mengadakan penyerangan terhadap Portugis di Malaka pada tahun 1568 di
bawah pimpinan Sultan Alaudin Riayat Syah,
namun penyerangan tersebut mengalami kegagalan. Penyerangan terhadap
Portugis dilakukan kembali pada masa Sultan Iskandar Muda memerintah.
Pada tahun 1629, Aceh menggempur Portugis di Malaka dengan sejumlah kapal yang
melibatkan 19.000 prajurit. Pertempuran sengit tak terelakkan yang kemudian
berakhir dengan kekalahan di pihak Aceh.
2.
Perlawanan
Terhadap VOC
a.
Perlawanan Mataram
Pada masa kekuasaan Sultan Agung Hanyokro Kusumo, Mataram
dua kali menyerang kedudukan VOC di Batavia. Serangan pertama dilakukan pada tahun 1628. Pasukan
Mataram dipimpin Tumenggung Baurekso tiba di
Batavia tanggal 22 Agustus 1628,
kemudian disusul pasukan Tumenggung Sura Agul-Agul, yang dibantu
dua bersaudara
Dipati Mandurorejo dan Upasanta.
Serangan pertama mengalami kegagalan yang
disebabkan beberapa faktor yaitu
: kurangnya perbekalan, kalah dalam persenjataan
dan kurang teliti dalam
memperhitungkan medan pertempuran.
Serangan
kedua, pasukan Mataram dipimpin Adipati Juminah, K.A. Puger, dan
K.A. Purbaya. Serangan dimulai tanggal 1 Agustus dan
berakhir 1 Oktober 1629.
Serangan kedua inipun
gagal,karena lumbung padi persediaan makanan banyak yang dibakar oleh VOC. ( Sumber : Soegiharsono, dkk. 2008 : 59 )
b. Perlawanan Kesultanan Gowa (
Makassar )
Dalam lalu lintas perdagangan,Gowa menjadi
bandar utama jalur perdagangan antara
Malaka dan Maluku. Sebelum rempah-rempah
dari Maluku dibawa sampai ke Malaka,
maka singgah dahulu di Gowa, begitu juga
sebaliknya. Dengan posisi yang sangat strategis tersebut VOC tentu saja ingin
menguasai Makasar. Menghadapi. perkembangan yang semakin genting itu, maka raja
Gowa, Sultan Hasanuddin mempersiapkan
pasukan dengan segala perlengkapan untuk menghadapi VOC. Sementara itu VOC
menjalin hubungan dengan raja Bone yang bernama Aru Palaka.
Meletuslah perang antara VOC dengan Gowa
pada 7 Juli 1667. Tentara VOC dipimpin Spelman yang dibantu oleh Aru Palaka
menggempur Gowa. Karena kalah dalam
persenjataan, Benteng pertahanan tentara Gowa
di Barombang dapat diduduki oleh
pasukan Aru Palaka. Perang diakhiri dengan ditandatanganinya perjanjian Bongaya yang isinya sebagai
berikut :
a) Gowa harus mengakui hak monopoli VOC
b) Semua orang Barat, kecuali Belanda harus
meninggalkan wilayah Gowa.
c) Gowa harus membayar biaya perang.
d) Di Makasar dibangun benteng-benteng VOC
c.
Perlawanan Banten
VOC ingin memperoleh monopoli atas perdagangan lada di
Banten, namun ditentang oleh raja Banten Sultan Ageng Tirtayasa sehingga pecah
pertempuran pada tahun 1656 yang diakhiri dengan perdamaian tahun 1659. Untuk
mengalahkan Banten VOC menerapkan siasat adu domba dengan memanfaatkan konflik
internal dalam tubuh kerajaan Banten. VOC membantu putra Sultan Ageng yang
bernama Sultan Haji, sehingga karena kalah dalam persenjataan Sultan Ageng
mengalami kekalahan dan akhirnya ditangkap. Perlawanan dilanjutkan oleh Ratu
Bagus Boang dan Kyai Tapa.
3.
Perlawanan Terhadap Pemerintah Kolonial Hindia Belanda
Perhatikan
!
Memasuki abad ke-19, berbagai perlawanan terhadap pemerintah Hindia
Belanda terjadi hampir di sebagian besar wilayah Kepulauan Indonesia.
Secara umum perlawanan pada abad ini dibedakan dalam dua bentuk, yaitu :
|
a.
Perlawanan Oleh Kerajaan atau Elite Lokal
1. Perang Paderi ( 1803 – 1837 )
Diawali munculnya Gerakan Paderi yang bertujuan ingin
memurnikan ajaran Islam di Minangkabau, Sumatera Barat yang mendapat perlawanan
dari golongan adat. Tokoh kaum Paderi
antara lain : Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Pasaman, Tuanku Nan Renceh dan Tuanku
Nan Cerdik.
Secara garis besar dibagi dalam 3 periode perang :
1). Periode 1803 – 1821
Tahap ini
murni perang saudara antara Kaum Paderi dan Kaum Adat karena
mempertahankan keyakinan masing-masing.Dalam perkembangannya kaum
Adat terdesak sehingga akhirnya meminta bantuan
kepada Belanda.
2). Periode 1821 – 1832
Kaum Paderi menghadapi dua musuh sekaligus
yaitu kaum Adat dan Belanda,
Dalam periode
ini Belanda mengalami kesulitan karena kekuatannya sedang
dipusatkan
di Pulau Jawa untuk menumpas perlawanan Diponegoro, sehingga
mereka
menawarkan perdamaian yang ditandai terjadinya Perjanjian Masang.
Setelah
perlawanan Diponegoro berakhir, Belanda kembali ke Minangkabau
dengan
pasukan yang lebih kuat di bawah pimpinan Letkol Elout dan Mayor
Michiels
untuk menggempur kaum Paderi.
3). Periode 1832
-1837
Kaum Adat
menyadari kesalahannya kemudian bersatu dengan kaum Paderi
melawan Belanda. Namun karena persenjataan
pasukan Belanda lebih lengkap
dan kuat
akhirnya satu persatu wilayah kaum Paderi dapat diduduki dan
puncaknya
Benteng Bonjol dapat direbut Belanda yang memaksa Tuanku
Imam Bonjol
dan pasukannya menyerah kemudian ditangkap dan diasingkan.
2. Perlawanan Pattimura ( 1817 )
Perlawanan dilatarbelakangi berkuasanya kembali Belanda
di Maluku setelah diserahkan oleh Inggris sesuai hasil Konvensi London. Belanda
kembali memberlakukan sistem penyerahan wajib ( verplichte leverentie ) dan
kerja paksa (rodi) yang menyebabkan kesengsaraan rakyat Maluku. Adapun tokoh
perlawanan antara lain : Thomas Matulessi atau Pattimura, Anthony Rheebok,
Lukas Latumahina, Christina Marta Tiahahu, dll. Perlawanan meletus ditandai dengan penyerbuan
Benteng Duurstede di Saparua pada tanggal 15 Mei 1817, yang berhasil membunuh
residen Van den Berg beserta seluruh pasukannya. Belanda mengirimkan pasukan
bantuan dari Ambon yang akhirnya berhasil menguasai kembali Benteng Duurstede
dan mendesak pasukan Pattimura sehingga satu persatu pimpinan pasukannya tertangkap
termasuk Pattimura sendiri yang akhirnya dihukum gantung.
3. Perlawanan Diponegoro ( 1825 –
1830 )
1). Sebab-Sebab Umum :
·
Wilayah Mataram semakin sempit dan terpecah menjadi
kerajaan kecil.
·
Belanda ikut campur tangan dalam urusan
intern kesultanan, misalnya soal
pergantian
raja dan birokrasi kerajaan.
·
Timbulnya kekecewaan di kalangan para
ulama, karena masuknya budaya barat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
·
Hak para bangsawan dan pegawai kerajaan
dikurangi.
·
Penderitaan rakyat akibat adanya kerja
paksa dan dibebani berbagai pajak
2). Sebab Khusus :
·
Pemasangan patok oleh
Belanda untuk pembangunan jalan yang melintasi tanah dan makam leluhur Pangeran
Diponegoro di Tegalrejo tanpa ijin.
3). Jalannya Perang :
Dalam
perlawanan Pangeran Diponegoro dibantu oleh tokoh-tokoh seperti
Kyai Mojo,
Pangeran Mangkubumi, Sentot Alibasyah Prawirodirjo, Pangeran
Dipokusumo, Nyi
Ageng Serang dll. Diponegoro menerapkan taktik perang
gerilya dan
markas pasukannya juga berpindah-pindah dari satu tempat ke
tempat lain,
awalnya di Goa Selarong, kemudian pindah ke Plered, Dekso dan
Pengasih
sehingga menyulitkan Belanda untuk menumpasnya.
Berbagai
siasat
diterapkan Belanda seperti mendatangkan pasukan dari Belanda, siasat
Benteng
Stelsel yaitu membangun benteng di daerah yang telah dukuasai dan
antar benteng
dihubungkan oleh pasukan gerak cepat dengan tujuan
mempersempit ruang gerak pasukan Diponegoro. Posisi
pasukan Diponegoro
semakin
terjepit sehingga satu persatu para pembantunya menyerah.
Akhirnya
Belanda menerapkan tipu muslihat yaitu mengajak Pangeran
Diponegoro
berunding di Magelang,tapi kemudian ditangkap dan selanjutnya
diasingkan ke
Menado dan dipindah ke Makassar sampai wafat.
4. Perlawanan
Aceh ( 1873 – 1912 )
Penandatanganan Traktat Sumatra antara Inggris dan
Belanda pada tahun 1871 membuka kesempatan kepada Belanda untuk mulai melakukan
intervensi
ke Kerajaan Aceh. Belanda menyatakan
perang terhadap Kerajaan Aceh karena Kerajaan Aceh menolak dengan keras untuk
mengakui kedaulatan Belanda.
Ekspedisi pertama dikirim ke Aceh dan mendarat tanggal 5
April 1873 yang selanjutnya menyerang Masjid Raya namun dapat digagalkan pasukan
Aceh. Tokoh perlawanan Aceh terdiri dari Tengku Cik Di Tiro, Teuku Umar,
Panglima Polim, Cut Nyak Dien, Cut Mutia,dll.
Belanda mencoba menerapkan siasat konsentrasi stelsel
yaitu sistem garis pemusatan di mana Belanda memusatkan pasukannya di benteng-benteng
sekitar
kota termasuk Kutaraja. Belanda tidak
melakukan serangan ke daerah-daerah tetapi cukup mempertahankan kota dan
pos-pos sekitarnya. Namun, siasat ini tidak berhasil mematahkan perlawanan rakyat
Aceh.
Selanjutnya Belanda mengirim seorang ahli
tentang Islam yang bernama
Dr. Snouck Hurgronye untuk menyelidiki kehidupan sosial
budaya rakyat Aceh dan hasilnya dituangkan dalam buku yang berjudul De
Atjehers. Berdasarkan pendapat Dr. Snouck Hurgronye pemerintah Belanda
memutuskan bahwa untuk menumpas perlawanan Aceh harus dengan siasat kekerasan.
Pada
tahun 1899, Belanda mulai menerapkan siasat kekerasan dengan mengadakan Serangan besar-besaran ke daerah-daerah
pedalaman. Serangan-serangan tersebut dipimpin oleh van Heutz. Tanpa mengenal
perikemanusiaan, pasukan Belanda membinasakan semua penduduk daerah yang
menjadi targetnya. Satu per satu para pemimpin
perlawanan rakyat Aceh menyerah dan terbunuh. Akhirnya Aceh terpaksa mengakui
kekuasaan Belanda setelah menandatangani Plakat Pendek ( Korte Verklaring ).
b.
Gerakan Rakyat / Gerakan Sosial
Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda
menciptakan kondisi yang memungkinkan rakyat melakukan pergolakan sosial.
Karena dalam sistem tidak ada lembaga-lembaga untuk menyalurkan ketidakpuasan
rakyat, maka jalan yang ditempuh adalah dengan mengadakan gerakan sosial
sebagai protes sosial.
Adapun ciri-ciri umum gerakan sosial tersebut adalah :
1). Tradisional arkais, artinya organisasi, program dan strategi yang
digunakan
masih sederhana.
2). Gerakannya mudah ditindas oleh
kekuatan militer kolonial.
3). Bersifat abortif, artinya gerakan tersebut umurnya sangat pendek.
4). Merupakan pergolakan lokal atau
regional tanpa koordinasi satu dengan lainnya
5). Orientasi tujuannya masih kabur,
karena tidak ada gambaran untuk mencapai tujuan tersebut. ( Sumber : Sutarto, dkk. 2008 : 96 ).
Secara umum gerakan sosial ini menurut Sartono Kartodirjo
dibagi menjadi tiga bentuk yaitu : ( Sumber : Depdiknas,
2005 : 35 ).
1). Gerakan melawan
kekerasan/peraturan yang tidak adil, misalnya :
- Kerusuhan di Ciomas, Jawa Barat tahun 1886.
- Kerusuhan di Condet, yang dipimpin Entong
Gendut tahun 1916.
- Kerusuhan di Tangerang, yang dipimpin Kaiin,
tahun 1924.
- Kerusuhan di Genuk,yang dipimpin oleh Sukaemi
tahun 1935.
2). Gerakan Ratu Adil
Gerakan ini mempercayai akan
datangnya seorang tokoh yang akan membebaskan mereka dari penderitaan, yang
disebut sebagai Ratu Adil atau disebut juga Imam Mahdi. Tokoh –tokoh pemimpin
gerakan ini biasanya mengaku menerima panggilan sebagai pemimpin agama, nabi
atau juru selamat.
Contoh gerakan Ratu Adil :
-
Gerakan di desa Gedangan, Sidoarjo, yang dipimpin Kasan
Mukmin pada tahun 1903.
-
Gerakan di desa Bendungan, Kediri, yang dipimpin oleh
Kyai Dermojoyo tahun 1906.
-
Gerakan di desa Bergas Kidul, Semarang oleh Dietz tahun
1918.
3). Gerakan Sekte Kegamaan
Gerakan keagamaan timbul
sebagai protes terhadap kebobrokan moral akibat pengaruh budaya Barat yang
dibawa oleh Belanda.
Contoh gerakan keagamaan :
-
Gerakan Budiah di desa Kalisalak, Pekalongan yang
dipimpin Haji Muhammad Rifangi tahun 1850.
-
Gerakan Keagamaan Jawa-Pasundan, di daerah Cirebon yang
dipimpin oleh Sadewa atau dikenal sebagai Madrais.
5 komentar on "PERLAWANAN RAKYAT INDONESIA TERHADAP PORTUGIS, VOC, DAN KEKUASAAN HINDIA-BELANDA"
:) good.
Good
Good
Good
Apik
Posting Komentar